BI Milik Siapa? Pemahaman tentang Pemilik Sebenarnya di Balik Alat Tukar Negara-Negara Dunia
Namun, ironi tersebut hanya mewakili permulaan dari sebuah narasi yang lebih kompleks. Perubahan lebih lanjut dalam kebijakan keuangan terlihat dalam Undang-Undang Mata Uang tahun 2011, yang jika disahkan akan mengangkat Bank Indonesia sebagai pemegang hak monopoli menerbitkan uang kertas di Indonesia. Konsekuensinya, mata uang negara ini menjadi alat kontrol bagi bankir, menciptakan ketergantungan pada institusi yang tidak diakuntabel oleh rakyat.
Dalam wacana yang lebih luas, undang-undang tersebut juga memberikan ruang bagi kriminalisasi pemakaian mata uang selain rupiah di Republik Indonesia. Hal ini menimbulkan pertanyaan mendasar tentang kedaulatan moneter dan kebebasan individu untuk memilih mata uang yang mereka anggap lebih stabil atau bermanfaat dalam transaksi mereka. Dalam konteks globalisasi, ketidakmampuan untuk menggunakan mata uang alternatif juga dapat membatasi fleksibilitas ekonomi nasional.
Dominasi bankir atas kebijakan keuangan juga tercermin dalam interaksi dengan mata uang asing tertentu, seperti dolar Amerika Serikat (AS) atau dolar Hong Kong. Ketergantungan terhadap mata uang asing ini memperlihatkan kendali yang lebih besar dari entitas eksternal, yang dalam banyak kasus, cenderung mengorbankan stabilitas mata uang nasional dan kepentingan ekonomi dalam jangka panjang.
Meskipun para wakil rakyat di DPR berperan dalam merancang dan mengesahkan undang-undang, mereka sering kali tidak sepenuhnya memahami konsekuensi atau implikasi jangka panjang dari setiap tindakan. Inilah saatnya bagi rakyat Indonesia untuk lebih sadar akan peran dominasi bankir dalam pembentukan kebijakan keuangan dan mengajukan pertanyaan kritis tentang bagaimana negara ini seharusnya bergerak maju.
Sebagai warga negara yang sadar dan peduli, kita memiliki hak konstitusional untuk mengambil keputusan yang berpengaruh terhadap nasib ekonomi kita sendiri. Kita harus mampu memahami dampak dari dominasi bankir atas kebijakan keuangan dan mempertanyakan apakah nilai-nilai demokrasi dan kedaulatan rakyat sesungguhnya tercermin dalam setiap keputusan.
Dalam akhirnya, kebijakan keuangan Republik Indonesia harus mencerminkan aspirasi rakyatnya, bukan hanya mengikuti agenda tersembunyi yang mungkin merugikan kepentingan nasional. Untuk menghindari tragedi yang dihasilkan dari peran ironi, adalah tugas kita sebagai warga negara untuk memahami, mengajukan pertanyaan, dan berpartisipasi dalam mengarahkan negara kita menuju masa depan yang lebih adil dan berkelanjutan.***