40 Dawuh atau Pesan Gus Miek: Kebangkitan Spiritual yang Tak Terbendung
Dhawuh 33
Nanti, kalau suamimu berani menjadi Kiai harus sanggup hidup melarat.
Dhawuh 34
Akhirnya (maaf), kita menyadari bahwa kaum Ulama, lebih-lebih seperti saya, dituntut untuk menggali dana yang lebih baik, dana yang benar-benar halal, kalau kita memang mendambakan ridho Allah.
Dhawuh 35
Di era globalisasi ini kita dituntut untuk lebih praktis, tidak terlalu teoretis. Semua Kiai dan Ulama sekarang ini dituntut mengerti bahwa dirinya punya satu tugas dari Allah, yakni membawa misi manusiawi.
Dhawuh 36
Kalau ingin pondok pesantrennya besar, itu harus kaya terlebih dahulu. Nah, kaya inilah yang sulit.
Dhawuh 37
Pondok pesantren ini, walaupun kecil, mbok ya biarkan hidup, yang luar biar di luar, yang dalam biar di dalam.
Dhawuh 38
Saya punya pertanyaan buat diri saya sendiri: mampukah saya mengatarkan "anak-anak?" Sedang Ulama saja banyak yang kurang mampu mengantarkan anak-anak untuk saleh dan sukses. Suksenya diraih, salehnya meleset. Di dalam pesantren sama sekali tidak diajarkan keterampilan. Timbul pertanyaan: Bagaimana anak-anak kami nanti di masa mendatang, bisnisnya, ekonominya, nafkahnya hariannya? Mungkinkah mereka berumah tangga dengan kondisi seperti ini?
Dhawuh 39
Mbah, manusia itu kalau punya keinginan, hambatannya Cuma dua. Godaan dan hawa nafsu. Kuat cobaan apa tidak, kuat dicoba apa tidak.
Dhawuh 40
Para santri itu lemah pendidikan keterampilannya. Sudah terlanjur sejak awalnya begitu. Tapi Alhamdulillah, di pesantren-pesantren seperti Gontor dan pondok pabelan.***