Pilpres Sri Lanka Bergolak: Pemimpin Marxis Dissanayake Guncang Politik dengan Kemenangan Dua Pertiga
Dalam gejolak politik yang luar biasa, Anura Kumara Dissanayake, presiden Marxis terpilih Sri Lanka, memimpin Partai Kekuatan Rakyat Nasional (NPP) meraih mayoritas dua pertiga yang mengejutkan di parlemen, mengguncang tradisi politik yang sudah berlangsung lama. Hasil resmi yang diumumkan pada hari Jumat ini mengguncang elit penguasa negara dan menandakan perubahan besar dalam arah politik Sri Lanka, yang tengah menghadapi krisis ekonomi yang mendalam.
NPP mengalahkan pesaingnya dengan meraih 159 dari 225 kursi parlemen, memberikan Dissanayake kekuatan untuk mengambil keputusan legislatif tanpa bergantung pada politik koalisi. Sementara itu, oposisi yang dipimpin oleh Sajith Premadasa dari Samagi Jana Balawegaya (SJB) hancur, hanya meraih 40 kursi—sebuah penolakan tegas terhadap status quo politik. Dengan dukungan besar ini, Dissanayake kini memiliki peluang besar untuk memimpin reformasi signifikan, termasuk merancang konstitusi baru.
Ini lebih dari sekadar pemilu; ini adalah revolusi. Kekecewaan terhadap keruntuhan ekonomi dan korupsi yang sudah berlangsung lama mendorong pemilih untuk memutuskan hubungan dengan masa lalu. Sri Lanka, yang baru saja pulih dari kebangkrutan dan gagal bayar utang pada 2022, kini mempercayakan masa depannya—dan kemarahannya—kepada pemimpin Marxis yang tidak konvensional ini.
Pecahnya Perpecahan Etnis dalam Momen yang Mengubah Segalanya
Keputusan tak terduga dalam pemilu kali ini datang dari wilayah mayoritas Tamil di Jaffna, yang selama ini dikuasai oleh partai-partai etnis Tamil. Dalam pergeseran bersejarah, pemilih Tamil meninggalkan pemimpin mereka yang biasa dan memberikan dukungan kepada NPP yang dipimpin Dissanayake. Langkah ini berpotensi mengubah dinamika etnis yang penuh ketegangan di Sri Lanka.
Selama bertahun-tahun, utara Sri Lanka dikuasai oleh partai-partai Tamil yang terpecah dan gagal membawa perubahan signifikan. Pemilih yang kecewa dengan kurangnya kemajuan kini berharap pada janji Dissanayake tentang kesetaraan dan reformasi nasional. Analis politik Veeragathy Thanabalasingham mengamati, “Orang Tamil tidak melihat jalan maju dengan kepemimpinan mereka yang terpecah dan mencari alternatif baru.”
Tilvin Silva, tokoh senior NPP, menyebut kemenangan ini sebagai momen penting, menekankan makna dukungan Tamil terhadap partai yang dipimpin Sinhalese, dan menganggapnya sebagai langkah menuju persatuan nasional yang sejati.
Keruntuhan Ekonomi Memicu Seruan untuk Perubahan
Krisis ekonomi Sri Lanka menjadi pendorong utama pergeseran politik ini. Bertahun-tahun korupsi, pengelolaan fiskal yang buruk, dan dampak menghancurkan dari COVID-19 melumpuhkan perekonomian, sementara sektor pariwisata dan remitansi menurun, serta pemotongan pajak ceroboh pada 2019 memperburuk krisis. Pada 2022, negara ini bahkan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar seperti bahan bakar dan obat-obatan.
Kerusuhan yang terjadi menggulingkan Presiden Gotabaya Rajapaksa, sementara kebijakan penghematan yang tidak populer dari pemimpin sementara Ranil Wickremesinghe, yang dirancang untuk memenuhi persyaratan bantuan IMF, semakin menjauhkan pemerintah dari rakyat dan membuka jalan bagi kebangkitan NPP.
Meskipun Dissanayake sempat menentang kesepakatan IMF yang dianggapnya memberatkan rakyat, ia kini melunak dan berjanji akan hati-hati menjalankan kesepakatan tersebut. Namun, dengan harapan publik yang sangat tinggi, ia menghadapi tekanan besar untuk memberikan hasil yang cepat.
Seruan untuk Akuntabilitas dan Reformasi
Janji kampanye NPP untuk memberantas korupsi, mengembalikan aset yang disalahgunakan, dan menuntut pertanggungjawaban pemimpin masa lalu mendapat sambutan luas dari masyarakat yang sangat mendambakan keadilan. Banyak pemilih melihat Dissanayake sebagai seorang reformis yang berani menghadapi kekuatan lama yang selama ini menghambat kemajuan.
Jeewantha Balasuriya, seorang pengusaha dari Gampaha, menyatakan: “Ini adalah kesempatan untuk perubahan nyata. Jika NPP menyia-nyiakan kesempatan ini, tidak akan ada kesempatan lain.”
Sri Lanka kini berada di persimpangan jalan, dengan dunia mengamati setiap langkahnya. Akankah Dissanayake berhasil mengatasi korupsi sistemik dan membawa negara menuju pemulihan? Ataukah agenda radikalnya akan bertabrakan dengan struktur-struktur lama yang ingin dihancurkannya? Satu hal yang pasti: taruhannya sangat besar.