Wati Zuria: Korban Tragis Ganasnya Buaya di Balik Pesona Pulau Tello!
Di balik pesona pantai yang indah dan menawan, tersimpan kisah mengerikan yang menghantui Pulau Tello, Nias Selatan. Wati Zuria, seorang warga Desa Orahili, menjadi korban pertama dari serangan buaya besar yang telah lama berkeliaran di wilayah tersebut. Kematiannya pada Jumat (16/12/2024) bukan hanya tragedi bagi keluarga dan masyarakat setempat, tetapi juga simbol ancaman yang semakin tak terkendali dari hewan buas itu.
Kepala Camat Pulau-Pulau Batu, Kornelius Wau, menyatakan bahwa buaya tersebut bukan hanya menyerang secara brutal, tetapi bahkan menelan korbannya hidup-hidup dengan kejam. Wati Zuria, seorang perempuan yang tak bersalah, menjadi korban pertama dari serangan buaya yang telah lama mengintai tanpa ada upaya serius untuk menanggulanginya. "Reptil ini bukan sekadar hewan liar, tetapi maut yang siap menerkam kami," ujar Kornelius dengan nada kesal.
Proses evakuasi korban dipenuhi ketegangan dan drama. Warga setempat, yang diliputi rasa takut dan cemas, hampir tak berdaya saat melihat Wati terjepit di antara rahang buaya yang kuat. Situasi semakin genting ketika buaya itu enggan melepaskan korbannya, membuat upaya penyelamatan menjadi sangat sulit. Hanya melalui tembakan dari petugas, buaya tersebut akhirnya berhasil dilumpuhkan, meskipun dengan pengorbanan besar. Kornelius menyatakan bahwa warga baru bisa bernapas lega setelah buaya itu berhenti bergerak. "Kami bersyukur Wati berhasil dilepaskan dari genggaman buaya, tetapi sayangnya, nyawanya tak dapat diselamatkan," ungkapnya dengan rasa penyesalan mendalam.
Namun, tragedi ini tidak hanya soal satu korban. Ancaman buaya di Pantai Pulau Tello telah menjadi masalah serius yang kian tak terkendali. Kornelius mendesak Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Utara untuk segera mengambil tindakan. Menurutnya, buaya-buaya ini bukan sekadar hewan liar, tetapi ancaman nyata bagi keselamatan warga. "Kapan pemerintah akan bertindak? Apakah kami harus terus menjadi korban sementara mereka diam?" tanya Kornelius dengan nada penuh frustrasi.
Selain itu, kehidupan warga yang mayoritas bergantung pada laut kini berada dalam bayang-bayang ancaman. Kornelius menjelaskan bahwa 80 persen penduduk menggantungkan hidup pada laut, sementara permukiman mereka yang berada di tepi pantai menjadi sasaran empuk bagi buaya-buaya ganas ini. "Warga kami hidup dari laut, tetapi kini laut menjadi tempat yang mematikan. Sampai kapan kami harus hidup dalam ketakutan?" keluhnya penuh keprihatinan.
Kematian Wati Zuria bukan hanya tragedi individu, melainkan juga cerminan kegagalan sistem yang mendesak untuk segera diatasi. Jika tidak, buaya-buaya ini akan terus menjadi simbol maut yang menghantui Pulau Tello, dan warga yang tak bersalah akan terus menjadi korban di bawah kekejaman alam liar yang tak terkendali. "Kami tidak bisa terus hidup dalam ketakutan. Pemerintah harus segera bertindak sebelum tragedi serupa terulang," tegas Kornelius, menutup pernyataannya dengan harapan agar kejadian ini menjadi yang terakhir.