Yos Suprapto: Pamerannya Dibatalkan oleh Galeri Nasional Gegara Lukisan Mirip Jokowi
Dalam era pemerintahan Prabowo Subianto yang baru, Indonesia kembali diguncang isu sensor yang mengejutkan. Yos Suprapto, pelukis berpengaruh asal Surabaya, menjadi korban pembatalan pameran seni oleh Galeri Nasional karena karyanya dianggap tidak sesuai dengan "selera" kurator, Suwarno Wisetrotomo. Pameran tunggalnya bertajuk "Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan" tidak hanya dibatalkan, tetapi juga ditutup rapat, seolah-olah karya-karyanya merupakan ancaman.
Yos Suprapto dikenal sebagai seniman yang kritis dalam mengangkat isu-isu sosial dan politik. Dari "Bersatu dengan Alam" (1994) hingga "Arus Balik Cakrawala 2017", ia terus menghasilkan karya yang berani mengkritisi realitas sosial. Namun, dalam pameran kali ini, lima karyanya yang diduga menggambarkan sosok Joko Widodo (Jokowi) menjadi sumber kontroversi.
Kurator Suwarno Wisetrotomo menolak menampilkan karya-karya tersebut dengan alasan tidak sesuai tema dan dianggap terlalu vulgar. Keputusan ini memicu pertanyaan: apakah seni harus selalu tunduk pada kekuasaan? Apakah kritik sosial dan politik dalam seni layak disensor hanya karena menyinggung tokoh tertentu?
Pada 19 Desember 2024, pameran yang telah dipersiapkan selama setahun terpaksa dibatalkan. Ruang pameran dikunci, lampu dipadamkan, dan pengunjung yang hadir tidak diizinkan melihat karya-karya Yos. Peristiwa ini menjadi pembredelan seni pertama di era Prabowo Subianto, menurut fotografer profesional Oscar Motulloh.
Yos Suprapto, yang menolak kompromi, memilih membawa pulang semua karyanya ke Yogyakarta. Ia menyatakan tidak ingin lagi berurusan dengan Galeri Nasional maupun Kementerian Kebudayaan, menandai awal dari era baru sensor seni di bawah pemerintahan saat ini.
Kasus ini bukan hanya tentang Yos Suprapto, tetapi juga peringatan bagi para seniman lainnya. Apakah kita akan membiarkan seni tunduk pada kekuasaan yang antikritik, atau bangkit melawan sensor yang tidak adil? Pertanyaan ini harus dijawab, terutama oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon, yang seharusnya memastikan seni tetap menjadi ruang bebas dari penindasan.
Meski kalah dalam pertempuran ini, karya Yos Suprapto tetap menjadi simbol perlawanan terhadap sensor. Pembatalan pameran ini adalah pengingat bagi kita semua: kebebasan berekspresi dalam seni adalah hak asasi manusia yang harus dijaga dari tekanan kekuasaan. Seni tidak boleh dibungkam di bawah rezim apa pun.