1.040 Pendamping Desa Diberhentikan oleh Kemendes, Ombudsman Selidiki Dugaan Maladministrasi dan Diskriminasi
Jakarta, 5 Februari 2025 – Sebanyak 1.040 Tenaga Pendamping Profesional (TPP) Desa di seluruh Indonesia terpaksa menghadapi ketidakpastian nasib setelah kontrak kerja mereka diputus secara sepihak oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDT). Pemutusan hubungan kerja (PHK) ini dinilai bermasalah secara prosedur dan diskriminatif, sehingga dilaporkan ke Ombudsman Republik Indonesia.
Menurut Hendriyatna, perwakilan Perhimpunan Pendamping Desa Seluruh Indonesia, pemutusan kontrak tersebut bertentangan dengan Keputusan Menteri Desa Nomor 143 Tahun 2023. Aturan tersebut menyatakan bahwa pendamping desa dengan nilai evaluasi kinerja A atau B berhak memperpanjang kontrak. “Mayoritas kami memiliki nilai A/B, tetapi justru di-PHK tanpa alasan jelas,” ujarnya dalam audiensi di Kantor Ombudsman, Jakarta, Rabu (5/2).
Dugaan Diskriminasi terhadap Mantan Caleg
Hendriyatna juga menyoroti dugaan diskriminasi terhadap rekan-rekannya yang pernah mencalonkan diri sebagai anggota legislatif (caleg). Meski proses pencalonan telah selesai dan tidak ada teguran dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau Bawaslu, Kemendes justru mempersoalkan status mereka. “Kami sudah berkonsultasi dengan KPU dan dinyatakan tidak melanggar. Tapi Kemendes menggunakan alasan itu untuk memutus kontrak. Ini maladministrasi,” tegasnya.
Ia menambahkan, status pendamping desa sebagai tenaga kontrak melalui proses pengadaan barang/jasa seharusnya tidak menghalangi hak politik. “Kami tidak harus mengundurkan diri atau mengambil cuti saat mencalonkan diri. Keputusan untuk memberhentikan kami tidak didasarkan pada alasan yang kuat,” lanjut Hendriyatna.
Ombudsman: Akan Panggil Menteri Desa dan Kaji Prosedur
Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng menyatakan pihaknya akan memproses laporan ini secara serius. “Kami akan memeriksa semua pihak terkait, termasuk Menteri Desa Yandri Susanto, untuk mengklarifikasi dugaan pelanggaran prosedur,” kata Robert usai menerima pengaduan.
Pemeriksaan akan mencakup analisis kepatuhan Kemendes terhadap regulasi, transparansi proses PHK, dan kejelasan alasan pemberhentian. Jika terbukti maladministrasi, Ombudsman akan merekomendasikan langkah korektif. “Hasil pemeriksaan akan kami sampaikan ke publik,” tambahnya.
Kontrak Seharusnya Berlaku hingga 2025
Hendriyatna menegaskan, berdasarkan perjanjian awal, kontrak 1.040 pendamping desa seharusnya masih berlaku hingga Desember 2025. “PHK mendadak ini merugikan kami secara ekonomi, apalagi sudah memasuki Ramadan. Kami hanya ingin bekerja lagi,” ucapnya.
Selain ke Ombudsman, para pendamping desa berencana melaporkan kasus ini ke Komnas HAM pada Kamis (6/3) dan meminta audiensi dengan Kantor Staf Kepresidenan (KSP). Hendriyatna berharap Presiden Prabowo Subianto ikut campur tangan untuk menyelesaikan masalah ini.
Sebelumnya, mereka telah bertemu dengan Komisi V dan Komisi IX DPR RI untuk mendesak intervensi politik. Namun, hingga kini belum ada kepastian dari Kemendes terkait nasib mereka.
Tuntutan: Transparansi dan Rekrutmen Kembali
Koalisi pendamping desa menuntut tiga hal: (1) transparansi alasan PHK, (2) penghentian diskriminasi terhadap mantan caleg, dan (3) rekrutmen kembali bagi yang memenuhi syarat. Mereka juga meminta pemerintah mempertimbangkan dampak sosial-ekonomi dari pemutusan kontrak massal ini, terutama di daerah tertinggal yang sangat bergantung pada pendampingan profesional.
Hingga berita ini diturunkan, Kemendes PDT belum memberikan tanggapan resmi.