Misi Perdamaian Presiden Jokowi ke Ukraina dan Rusia, Sedikit Peluang Untuk Sukses
Untuk meredakan sebagian ketegangan, Jakarta juga telah mengundang Ukraina untuk bergabung dalam KTT meskipun bukan anggota G20.
Sementara itu, presiden Indonesia adalah salah satu dari enam pemimpin dunia yang ditunjuk PBB sebagai "kampiun" Global Crisis Response Group (GCRG) yang dibentuk untuk mengatasi ancaman "gelombang kelaparan dan kemiskinan yang belum pernah terjadi sebelumnya" akibat perang di Ukraina.
Meskipun Indonesia menjalin hubungan baik dengan Ukraina dan Rusia, peluang Jokowi untuk menemukan titik temu antara Zelenskyy dan Putin tetap terbatas, kata Alexandra, yang juga ahli dalam pemeliharaan perdamaian internasional, hak asasi manusia dan resolusi konflik.
'Pada akhirnya itu semua tergantung pada Putin'
Hikmahanto Juwana, menggarisbawahi bahwa dengan bujukan yang cukup dan pendekatan yang tepat, Putin dapat dibujuk untuk menyetujui gencatan senjata.
"Menurut saya, baik Rusia maupun Ukraina sudah lelah perang, terutama Moskow yang memulai agresi. Banyak uang telah dihabiskan, banyak tentara tewas," katanya.
Terlepas dari kerugian besar Moskow —dalam darah dan harta— Putin tidak akan mengumumkan penghentian perang secara tiba-tiba, sang pakar menekankan, menambahkan bahwa langkah seperti itu akan membutuhkan pihak ketiga untuk mendekati dan membujuknya.
Tapi Alexandra tetap skeptis. "Pada akhirnya itu semua tergantung pada Putin," katanya, seraya menambahkan bahwa semua yang bisa dilakukan adalah menyampaikan pesan kepadanya bahwa konflik dan permusuhan tidak baik untuk siapa pun dan bahwa mereka akan membahayakan seluruh dunia.***